Kamis, 08 Oktober 2015

My Sweet Life With XL

Dear Temans,

Hari ini luar biasa,
Karena XL merayakan ulang tahunnya yang ke-19. Wow, lagi unyu-unyunya ya kalau seorang manusia.
Mumpung momennya tepat, Saya ingin menceritakan pengalamanku bersama XL. Yup, saya sudah bersama XL sejak tahun 2003, saat nyaris lulus kuliah di Yogya.

Hei, iya iya sudah tua akyu. Apa? Apa? Ta' kitik-kitik ntar kalau ngeledek!

Jangan bilang kalian baru lahir ya tahun itu? #sabetsendal.
Saat itu, ponsel masih merupakan barang mahal yaa. Ponsel masih merupakan barang mewah, hehe. Dakuw punya pun bukan karena orang tajir getoh. Itu ponsel lungsuran dari Bapakku. Dan bentuknya pun butut nian. Nokiyem sejuta umat ang berwarna kuning norak tapi kusayang.

Harga nomer pun mahal banget.
Nggak kayak sekarang. Tiap habis pakai, buang, beli baru lagi biar dapat paket internet atau paket murmer lainnya. Nomer ponsel kala itu keramat. Disayang banget jangan sampai hangus. Ya iyalah, harga nomer saat itu ada kali jutaan, bo! Paling nggak masih ratusan ribu ya tahun baheula.

Nomer XL yang kupunya pun lungsuran dari Bapakku. Aih, bapakku seleb pisan, ganti hape ganti nomer pula. Tapi, aku terharu lho pakainya, walaupun isi pulsanya bikin kantong mahasiswa seperti menges-menges, ngga kuat. Hehe.

Tapi, nomer XL ku yang ngehits itu bertahan lama lho.Nyaris sepuluh tahun..
Penuh kenangan. Cinta pertama, patah hati pertama, dimarahi dosen pembimbing lewat telepon. Berantem dengan sahabat pun sering lewat telpon itu.

Menelpon orangtua karena kehabisan duit pun, ponsel dan nomer XL itu jadi saksi. Betapa lebaynya seorang Dedew menghadapi dunia kala itu. Drama queen.

Ponsel itu pernah kubanting karena berantem dengan pacar dulu kala.
Bantingnya pun di depan stasiun kereta dan si dia sudah naik kereta, siap berangkat. Oalaah, oldies pisan ya! Hingga aku lulus kuliah, bekerja dan menikah, nomer telepon itu masih bertahan. Tetap kupakai. Biarpun ponselnya jadi lebih uynyu, seiring peningkatan kondisi dompet Dedew yang kini bekerja kantoran.

Aku nggak bisa move on.
Walau kartu simcardnya XL sudah berantakan.
Tulisannya mengabur, warna kartunya nyaris putih tergerus jaman. Nggak ada warna biru kebanggaan XL lagi. Luntur. Disuruh bapak ganti, aku ogah.

Terlalu banyak kenangan manis bersama XL.
Masa remajaku di kota gudeg bersama-sama nomer XL kesayanganku.
Nomer ini sudah dikenal khalayak luas, eciyee berasa selebriti. Rasanya sayang kalau sampai harus ganti nomer. Berarti aku akan kehilangan ratusan kontakku selama ini. Walaupun ponselku beberapa kali ganti, tapi aku tetap tidak pernah mengganti nomernya. Pkirku, walau aku lost contact dengan seseorang, jika ia masih mengingat nomerku, ia akan kembali menghubungiku.

Dan aku masih tetap sabar menantinya, hehe.
Caranya dengan tidak mengganti nomer hape yang sudah mendarah daging ini.
Ih, sentimental pisan yaaa. Tapi gimana dong?

Tapi, kisah indah itu terpaksa berakhir.
Ponselku hilang dicopet bersama tas tanganku saat mau berangkat ke Jakarta. dari Stasiun Tugu. Aku meratapi nomer ponselku. Bukan dompet atau ponsel yang hilang. Bukan baju-baju dan pernak-pernik lainnya.
 
Aku harus merelakan sahabatku selama belasan tahun. Aku harus move on.
Kututup kisah kasih kami selama belasan tahun bersama.
Aku terpaksa mencari nomer hp baru lagi.

"Ya harus move on dong. Yakin deh, dengan nomer XL yang baru, kamu akan mengukir indahnya hari yang baru."

Ya, aku akan berusaha.
Mulai saat itu, aku  berusaha mengukir kenangan manis yang baru bersama nomer XL ku yang baru. Terima kasih XL yang telah menemaniku belasan tahun. Inilah arti kata setia. Kau menemaniku selama ini, mendengarkan ceritaku, keluh-kesahku, tawa bahagia juga tangisku.

Dedew www.semarangcoret.com