Suatu hari, Dimas memperhatikan kipas angin yang berputar di ruang tengah.
Bagaimana cara kerjanya?
Ia mengambil peralatan Bapak di laci dan mencabut steker kipas angin. Ia memindahkannya ke lantai lalu memulai membongkarnya. Ia membuka penutup kipasnya. Aha, kipasnya pun ia pegang dengan berbinar.
Ia putar kipasnya dengan tangan, perlahan. Kipasnya berputar. Ia membuka sekrupnya, berjatuhan deh kipasnya.
Tak lama, Dimas asyik mengutak-atik kipas berwarna biru itu. Di sekelilingnya, berserakan komponen kipas.
Duh, bagaimana cara pasangnya? Dimas lalu beranjak mengambil laptop dan membuka yotube. Cara memperbaiki kipas angin. Ternyata, susah juga! Pelipis Dimas mulai basah. Bagaimana ini?
Tiba-tiba, Ibu pulang dari pasar. Matanya terbelalak melihat berbagai pernak-pernik kipas angin berserakan di lantai.
"Apa yang kamu lakukan, Dimas?"
Dimas nyengir. "Dimas penasaran cara kerja kipas angin, Bu. Dimas bongkar saja!" ia menyembunyikan obengnya di punggung.
Ibu menepuk jidatnya. "Duh, gawat!
"Tenang Bu, Dimas bisa kok memasangnya kembali."
"Tapi, bisa nyala lagi tidak?"
Dimas meringis. "Belum tentu, Bu. Dimas bingung.
"Aduh, mana sekarang musim kemarau panjang lagi! Matahari di Bantul saja ada tiga!" keluh Ibunya berbaring di sofa.
"Maafkan Dimas, Bu!"
"Lain kali, utak-atik peralatan elektronik yang rusak ya Dimas, jangan kipas angin kesayangan Ibu!"
Dimas mengangguk-agguk. Ia berlari ke kamar ibunya. Ibu menatapnya keheranan.
"Ibu, sambil menunggu kipas anginnya sembuh, Ibu dikipasin sama Dimas ya!" anak itu nyengir, mulai mengipas ibunya dengan kipas bambu yang biasa untuk bakar sate.
Ibu menggeleng. Sabarm sabar! Bentar lagi anakku jadi profesor, ya Allah!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar