(Halaman 1)
Ngeng..ngeng..
Fauzi melepas kacamata kerjanya. Ia menghela napas lega. Memandangi alat ciptaan terbarunya. Ia memberi nama alat itu Bangun Pagi Buta untuk teman sebangkunya, Lili.
Anak perempuan berambut keriting itu paling susah bangun pagi. Ia selalu terlambat ke sekolah dan meminta bantuan Fauzi untuk cari solusinya. Bagaimana caranya agar Lili tak terlambat ke sekolah lagi?
Fauzi memandang sekelilingnya. Sebuah ruangan 3x4 meter yang berisi dua rak dari tripleks berisi berbagai macam barang dan meja besar di tengah-tengah. Rak dan meja itu buatan Bapak. Ini adalah tempat kesukaannya.
Tadinya, itu gudang penyimpanan jagung milik Bapak. Tapi, karena terlalu sempit, Bapak membangun gudang baru lagi di sebelahnya. Gudang itu pun terbengkalai. Fauzi lalu meminta izin Bapak untuk menggunakan gudang itu. Sekarang, itu bukan gudang. Tapi, laboratorium di mana ia bekerja menciptakan berbagai barang keren.
(Halaman 2)
"Ini sih bukan laboratorium, tapi gudang rongsok!" ledek Mas Marwan, kakaknya.
"Enak saja! Ini bukan barang bekas, tapi bahan-bahan yang nanti kubutuhkan untuk membuat alat baru!" timpal Fauzi.
Kedua kakak-beradik itu memang hobi bertengkar, tapi cepat berbaikan lagi.
"Itu alat apa?" Marwan mengernyitkan kening melihat barang aneh di meja. Tapi, adiknya memang selalu bikin barang aneh.
"Ini namanya Bangun Pagi Buta!" Fauzi memamerkan alat ciptaan terbarunya, bangga.
Alat itu berupa kipas angin mini yang dirakit dengan pompa mini, microcontroller esp32 dan rtc module. Alarm dipasang pukul 5 subuh. Tepat pukul lima, kipas angin bakal menyala otomatis dan menyemprotkan air ke wajah Lili!"
Marwan geleng-geleng. "Mahal dong harga alat ini?"
Fauzi menepuk dada, bangga. "Tentu tidak, microcontroller hanya 12 ribu, pompa mininya pinjam dari akuarium Mas!"
Marwan melotot. "Hah, bagaimana nasib ikanku?"
"Tenang, Ikan bernapas dengan insang, bukan pompa."
"Awas kamu!" Marwan langsung mengejar Fauzi yang cekikikan.
(Halaman 3)
"Fauzi, terima kasih. Berkat alatmu, aku bisa bangun pagi tepat waktu. Walaupun, airnya sempat masuk hidungKU sih!" Lili menyambut Fauzi di selasar sekolah.
Kedua sahabat yang duduk di kelas 6 SD Mekarsari Gunungkidul itu memasuki kelas.
"Ini untukmu," kata Lili menyodorkan bungkusan plastik. "Hadiah dari Bapakku."
"Asyik, bapakmu baik sekali!" Fauzi membuka kantong, matanya berbinar menatap isinya. Ada lem tembak, obeng kecil, pengasah pisau, dan alat-alat lainnya.
"Terima kasih kata bapakku, aku jadi nggak telat masuk sekolah lagi." Lili tersenyum. Bapak Lili adalah seorang pengusaha gabah di desa mereka.
"Sama-sama, terima kasih pada bapakmu sudah mendukung karirku ya!"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar