(Halaman 24)
Hari Minggu, Fauzi dan Mas Marwan pergi ke Kota Yogya. Mereka akan mencari bahan-bahan untuk membuat mesin perontok jagung. Toko peralatan listrik di kota lebih lengkap. Mereka diajak ke rumah kontrakan Bulik Raya, adik Ibu mereka.
Betapa terkejutnya mereka, ketika melihat ada robot pengepel canggih di rumah Bulik! Ya, Adik Ibu bekerja sebagai arsitek dan tinggal sendiri di sebuah rumah mungil tak jauh dari Jalan Malioboro. Bulik Raya, sering mengajak mereka menginap di rumahnya.
Fauzi paling suka main ke rumah Bulik Raya. Rumahnya mungil dan asri. Ia juga punya banyak alat elektronik keren! Semua barang ada yang di ensiklopedi Fauzi ada di rumah Bulik. Kecuali robot asisten rumah tangga dan mesin minuman otomatis sih. Memangnya, mal?
"Wow, bulik cool!"
Anak itu nyaris menangis dan memeluk Bulik Raya.
"Benar kan? Sudah kuduga, kamu pasti happy banget kayak lihat mobil sport!" Bulik Raya bangga.
"Ah, dia sih memang anak aneh," Mas Marwan menggeleng, melahap roti dagingnya.
(Halaman 25)
Fauzi kegirangan, mesin pel ini idamannya! Canggih banget. Bulik Raya meraih remote lalu mengaktifkan robotnya. Robot itu menggelinding perlahan mengitari seluruh ruangan. Bulik malah merobek selembar kertas dan menghamburkannya di lantai. Dengan tenang, robot pengepel menjangkaunya dan dengan sekejap lantainya bersi dari kertas! amazing.
"Hebat banget!"
Ia jadi ingin membuat alat pel seperti itu. Bagaimana caranya membuat alat ini dari barang-barang bekas dan sederhana?
Mas Marwan menggeleng. "Jangan bilang, kamu kepikiran ingin membuat pengepel ini! Kita harus fokus membuat mesin perontok jagung! Ingat, dana kita terbatas!"
Bulik Raya mendekat. "Kalian mau bikin apa?"
Fauzi menjelaskan proyek mereka demi mendapat laptop dari Bapak. Bulik mengangguk dan berbinar matanya mendengarkan ide mereka.
(Halaman 26)
"Kalian hebat. Bulik mau menginvestasikan dana untuk kalian membuat proyek ini. Kalian mau?"
"Bulik mau dapat bagian berapa persen?" tanya Marwan.
Bulik terbahak, "Kalian tak hanya penemu tapi juga pebisnis sejati."
Mereka pun berjabat tangan puas setelah mencapai kesepakatan.
"Sekarang, aku penasaran pengen bikin alat pel ini!" Fauzi bersikeras.
Marwan menggeleng. "Dasar keras kepala!"
Fauzi memeletkan lidahnya. Ia mengeluarkan tas ajaibnya, mengambil selembar kertas dan pena.
"Bagaimana kalau bikin seperti ini?" tanyanya, mencoret-coret desain.
"Wah kotaknya pakai apa?"
"Bulik, punya kotak bekal bekas?" Ia menatap Bulik penuh harap.
"Ah, kotak bekal bulik terpaksa dikorbankan!"
(Halaman 27)
Siang itu, Bulik Raya mengajak mereka beli barang-barang yang dibutuhkan untuk membuat alat pel otomatis yaitu dinamo mini gearbox dan pompa air mini juga saklar dan konektro baterai di toko.
Kebetulan, Bulik punya CD bekas dan pipa PVC di rumahnya. Pulang ke rumah Bulik, Fauzi mengutak atik barang bekas itu. Dibantu Mas Marwan.
Ia memasang dua buah dinamo mini di kotak bekal yang dilubangi. Wadah ini akan berisi baterai dan kabel. Kemudian, satu wadah lagi dilubangi dan diberi pompa mini untuk tempat air. Ia memasang saklar mini pada gagang pipa PVC untuk dinamo. Sedangkan saklar tekan untuk pompa mini.
Fauzi lalu menyambungkan kabel di pipa pada dinamo motor dan baterai di kotak bekal tadi. Mas Marwan menempelkan tali kain yang sudah dipotong pada CD bekas untuk jadi pengepelnya. Fauzi mencoba memasukkan air dan cairan pel pada kotak atas berisi pompa mini. Ia tekan saklarnya, airnya menyembur! Bulik mencoba mengepel ruangan dan berhasil!
"Wah, hadiahkan pada Mbakyu, pasti happy! nggak perlu bungkuk-bungkuk sakiyt punggung mengepel!" Bulik Raya bersorak bangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar