Aku baru baca novel (Bukan) Salah
Waktu karya Nastiti Denny. Aku agak jarang sih membaca novel bertema rumah tangga.
Salah satu yang kusuka adalah Rindu, karya Sefryana Khairil, ia lajang namun
bisa menuliskan cerita rumah tangga, feel-nya dapat.
Bagaimana dengan (Bukan) Salah Waktu? Novel yang menjadi pemenang naskah pilihan lomba novel Wanita Dalam Cerita oleh Penerbit Bentang ini cukup layak disimak.
Temanya menarik, bagaimana
perjuangan sepasang suami istri ketika menghadapi badai dalam rumah
tangga mereka. Sekar dan Prabu, telah delapan tahun menikah tanpa anak.
Keduanya sukses dalam berkarir. Masalah terpendam mulai mencuat satu-persatu
ketika Sekar memutuskan berhenti bekerja.
Prabu yang selama ini dikenal setia,
tiba-tiba dihubungi oleh Larasati, mantan kekasih yang juga cinta pertamanya.
Larasati memberitahu Prabu, anak mereka berdua sudah berusia 8 tahun. Wira namanya.
Jeder!
Apa yang Sekar perbuat? Apakah ia
dan Prabu akan bercerai? Saat ini pasangan suami-istri begitu mudah mengucapkan
kata cerai, melupakan semua hal yang
baik dan indah dari pasangannya. Jadi penasaran nih membacanya.
Bagaimana dengan penokohan dalam
novel?
Sekar, agak mudah tergoda, mau
saja diajak jalan dengan Bram, orang yang baru dikenalnya.
Prabu, sosoknya sebagai tokoh utama pria agak
mengecewakan terutama pada bagian ia plin plan memilih Sekar atau Laras. Kalau
benar-benar cinta istrinya, masa sih masih bimbang? Ia bahkan sempat bertanya
pada Laras apakah akan tinggal serumah dengannya untuk membesarkan Wira. Ih,
pengen dijitak deh ah *gemas.
Menurutku, kebanyakan tokoh. Masing-masing
diceritakan problemnya. Padahal tidak terlalu relevan dengan cerita. Seperti Mbak
Ijah, pembantu mama Sekar yang kehilangan anak, Rei yang iri pada karir Prabu,
Rosa yang jadi anak angkat mama Sekar,
Alurnya cukup menarik. Ada kisah
alur mundur yang ditandai dengan huruf miring/ italic. Jadi kita tahu cerita
cinta Prabu dengan Larasati. Juga kisah SMP Sekar yang difitnah membawa VCD
porno. Kasihan Sekar, tak dibela orangtuanya. Terbayang luka batinnya. Jadi
paham kenapa Sekar jadi agak ajaib.
Hm, ada beberapa adegan ala
sinetron yaitu misalnya ketika Wira, anak Laras kebetulan bertemu Sekar di
Bogor. Juga acara salah paham yang fatal Bram terhadap keluarga Prabu. Bram
dendam pada Ayah Prabu yang dianggapnya menghancurkan keluarganya. Sudah dendam
bertahun-tahun eh salah paham. Ternyata musuhnya bukan Papa Prabu. Tragis, Hehe.
Agak kaget ketika membaca Prabu
tak tahu orangtua Sekar sudah lama bercerai. Kok bisa ya? 8 tahun lho mereka
menikah. Walaupun diceritakan kalau keduanya jarang bertemu orangtua Sekar. Tapi,
bagian ketika Mama Sekar dan Ibu Prabu akan bertemu di rumah Sekar untuk
membicarakan rencana pernikahan adik Prabu, menandakan mereka cukup akrab dan
sering bertemu.
Ceritanya novel ini sebenarnya lebih
menarik jika fokus pada satu atau dua hal besar saja misalnya, Sekar yang gegar
budaya setelah berhenti bekerja. Dan kehadiran perempuan lain dari masa lalu
Prabu. Tak usah ditambahi dengan kisah dendam membara Bram, status Sekar
sebagai anak adopsi.
Setting novel di kota Jakarta, tidak
terlalu menonjol. Covernya agak sederhana, kurang berteriak ya diantara jajaran
novel di toko buku. Latar belakang putih. Tapi, taglinenya bikin penasaran: Tak
ada yang salah diantara kita, kecuali masa lalu. Keren. Aku suka akhir ceritanya. Penasaran?
Baca dong ah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar